Jumat, 14 Maret 2014



" Senyum Terakhir Yang Indah  "



   Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.



   Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku



       Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.



“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.



Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.



Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.



Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.



Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.



Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***



Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.



Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.



   Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.



  Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.



“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***



“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.



Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.



Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***



Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.



Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.



Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.



Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.



Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.



Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***



Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.



Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.



Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.



Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu ?”.



Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.



    Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu ?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya


" Senyum Terakhir Yang Indah  "


   Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.


   Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku



       Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.



“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.



Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.



Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.



Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.



Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.


Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***



Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.



Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.



   Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.



  Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.


“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***



“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.


Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.



Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***



Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.



Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.


Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.


Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.



Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.



Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***



Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.



Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.


Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.



Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu ?”.



Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.



    Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu ?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya

novel :  "impian sahabat" 

 

SMA Pelita yang terletak di tengah kota Jakarta. Bel sekolah yang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu yang artinya sudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Yang selalu ada beberapa siswa yang menjalani hukuman di awal harinya. Pak Simorangkir guru yang selalu berada di depan gerbang untuk mengawasi kedatangan para siswa dan ia guru yang paling ditakuti di sekolah itu mendapati seorang siswa yang berusaha meloncati pagar. Ternyata, siswa tersebut bernama Bagio Alexandro alias Iyok yang sekarang berada di kelas sepuluh tiga. Iyok yang terkenal sering bersin jika sedang gugup ini mempunyai 3 sahabat yang juga mempunyai sifat yang berbeda, yaitu Uwie yang hobi mengorek kuping, Jenny yang jutek, dan Shanty yang dewasa
.
Setelah berhasil menghadapi pak Simorangkir akhirnya Iyok di izinkan untuk masuk kelas. Shanty dan Uwie yang dari tadi menunggu iyok untuk memasuki kelas karena ada ulangan di jam pertama yaitu ulangan kimia dengan bu Yeyen guru yang terkenal superkiller itu. Iyok pun sampai di depan kelas tetapi bu Yeyen tidak mengizinkan Iyok mengikuti ulangannya. Selesai jam pelajaran bu Yeyen ada pelajaran biologi dengan guru yang terkenal lucu dan sangat humoris yaitu pak Heru.
Setelah jam istirahat 4 sahabat ini kembali ke kelas untuk melanjutkan jam pelajaran dan pada saat jam istirahat kedua, keempat sahabat itu hanya berkumpul di kelas yang sedang membahas Fanny, cewek cantik SMA Pelita itu yang sedang jadi gebetannya Iyok. Sepulang sekolah keempat sahabat itu ke Senayan City dan pada saat mereka berjalan tidak sengaja mereka melihat sebuah poster besar yang terpampang di sebuah tokoh. “eh, ada pemilihan bintang iklan tuh” kata Jenny “lo mau jadi bintang iklan” Iyok tertawa. “nggak usah mimpi yang aneh-aneh gitu deh. Mimpi boleh aja, tapi yang wajar.” ‘idih! Masa mau mimpi aja ada aturannya,” jawab Jenny sambil melangkah mendekati poster tersebut. BUAT KAMU YANG NGAKU GAUL DAN PENGEN BEKEN, IKUTI PEMILIHAN BINTANG IKLAN SUPLEMEN REMAJA DENGAN HADIAH LIMA PULUH JUTA RUPIAH. “hah? Lima puluh juta ? duit semua tuh” seru Shanty kaget. “nggak, ty dicampur kerupuk” jawab Iyok. DICARI SEKELOMPOK DAN COWOK GAUL YANG TERDIRI ATAS 4-6 ORANG. Setelah Jenny membaca poster tersebut Jenny tertarik dan mengajak temannya untuk mengikuti lomba itu tetapi tidak ada satu orang pun yang mendukung rencananya. Sesampai rumah, Jenny makin nggak bisa melupakan keinginannya untuk mengikuti lomba itu dan mencari cara untuk membujuk teman-temannya lagi.
          Pada hari rabu mereka mendaftarkan diri. Namun masalah mulai muncul ketika mengikuti lomba pencarian bakat remaja. Mereka bertekad untuk menang demi mendapatkan hadiah uang dari lomba tersebut. Berbagai konflik menimpa dan mengancam persahabatan mereka. Tiga hari kemudian pada hari sabtu itu nomor tak dikenal muncul di layar HP pembokat Jenny. Lalu, sekejap setelah pembicaraan dengan orang asing yang menghubunginya itu berakhir, Jenny tampak melongo. Tubuhnya gemetar, keringat mengucur deras di tubuhnya.otaknya seperti berhenti berfungsi selama beberapa detik. Tidak tahu harus berbuat apa. Yang lebih parah, saking syoknya Jenny sampai ngompol, Jenny pipis di celana. Beberapa menit Jenny menelpon Iyok dan berkata “KITA LOLOS PEMILIHAN BINTANG IKLAN” kata Jenny. “HATCHYIIII!! Hah?” Iyok kaget “barusan panitianya nelpon, ngasih tau kita lolos seleksi tahap pertama. Besok kita di suruh datang jam sepuluh” kata Jenny yang sangat bersemangat tanpa memikirkan besok ada ulangan Matematika daaaan gurunya itu adalah pak Simorangkir. Jenny pun memutuskan kalau satu jam lagi mereka semua harus ada di rumah Iyok tetapi Uwie yang tidak bisa ada di rumah Iyok karena masih di Semarang.
Dua minggu telah berlalu sejak Jenny, Shanty, Uwie, dan Iyok mengikuti audisi pemilihan bintang iklan tahap kedua. Namun, mereka belum juga mendengar kabar tentang kelanjutan acara itu. Impian keempat sahabat itu jika menang Jenny yang ingin membeli iPhone, Iyok yang bisa ngbeliin tiket konser di Singapura buat Fanny, Uwie bakalan hair extension, dan Shanty ingin buka took kue buat nyokapnya. Tetapi sejak Iyok ditolak Fanny, Iyok jadi tidak punya alasan lagi untuk nerharap keluar sebagai pemenang. Entah mengapa, belakangan ini Iyok setiap mengingat sahabatnya yang judes itu jantung Iyok jadi berdebar lebih cepat daripada biasanya.
Bel di rumah Jenny bunyi. Pagi-pagi begini pembantu Jenny lagi ke pasar, jadi tak ada orang lain Jenny harapkan membuka pintu. Di depan pintu rumah, Jenny menemukan seikat mawar putih yang harum. Jenny memungut karangan bunga cantik itu dan dilihatnya kartu kecil terselip di antara tangkai-tangkainya.
Kalau pagi kemarin Jenny menemukan seikat bunga di depan pintu, hari ini Jenny menemukan sepucuk surat tanpa nama pengirim di atas meja belajarnya yang pembantu Jenny menemukannya di kotak surat tadi pagi. Sesaat kemudian Jenny membuka amplop itu yang berisi lipatan kertas surat. Surat itu memang jauh dari indah, Jenny senang mendapatkannya. Dilipatnya kembali surat itu lalu disimpannya dalam laci meja belajarnya. Dengan tangan gemetaran Jenny memencet nomor telpon yang sudah sangat dikenalnya. Jenny buru-buru berucap tapi yang angkat telpon itu adalah papanya Iyok karena Iyok lagi di kamar mandi. Tak lama Jenny dan Iyok pacaran.
Setelah menunggu sekitar tiga minggu, akhirnya salah satu impian mereka tercapai juga. Seminggu lalu mereka dinyatakan keluar sebagai pemenang pemilihan bintang iklan. Semenjak dinobatkan menjadi pemenang, keempatnya semakin tenar di kalangan sekolah. Bahkan Iyok yang tadinya termasuk cowok yang tak pernah diperhitungkan, mulai dilirik cewek-cewek. Termasuk Fanny, tapi Jenny yang laksana herder di sisi Iyok selalu berhasil menfhalau lirikan-lirikan nakal dan menggoda itu. Dan dari hadiah kemenangan itulah akhirnya mereka mendapatkan uang yang mereka perlukan untuk memenuhi impian mereka. Meskipun, akhirnya penggunaan uang itu ada yang berbeda dari niat awal ketika mereka mengikuti lomba.

 

 

 
 
 

novel "impian sahabat"

 SMA Pelita yang terletak di tengah kota Jakarta. Bel sekolah yang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu yang artinya sudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Yang selalu ada beberapa siswa yang menjalani hukuman di awal harinya. Pak Simorangkir guru yang selalu berada di depan gerbang untuk mengawasi kedatangan para siswa dan ia guru yang paling ditakuti di sekolah itu mendapati seorang siswa yang berusaha meloncati pagar. Ternyata, siswa tersebut bernama Bagio Alexandro alias Iyok yang sekarang berada di kelas sepuluh tiga. Iyok yang terkenal sering bersin jika sedang gugup ini mempunyai 3 sahabat yang juga mempunyai sifat yang berbeda, yaitu Uwie yang hobi mengorek kuping, Jenny yang jutek, dan Shanty yang dewasa
.
Setelah berhasil menghadapi pak Simorangkir akhirnya Iyok di izinkan untuk masuk kelas. Shanty dan Uwie yang dari tadi menunggu iyok untuk memasuki kelas karena ada ulangan di jam pertama yaitu ulangan kimia dengan bu Yeyen guru yang terkenal superkiller itu. Iyok pun sampai di depan kelas tetapi bu Yeyen tidak mengizinkan Iyok mengikuti ulangannya. Selesai jam pelajaran bu Yeyen ada pelajaran biologi dengan guru yang terkenal lucu dan sangat humoris yaitu pak Heru.
Setelah jam istirahat 4 sahabat ini kembali ke kelas untuk melanjutkan jam pelajaran dan pada saat jam istirahat kedua, keempat sahabat itu hanya berkumpul di kelas yang sedang membahas Fanny, cewek cantik SMA Pelita itu yang sedang jadi gebetannya Iyok. Sepulang sekolah keempat sahabat itu ke Senayan City dan pada saat mereka berjalan tidak sengaja mereka melihat sebuah poster besar yang terpampang di sebuah tokoh. “eh, ada pemilihan bintang iklan tuh” kata Jenny “lo mau jadi bintang iklan” Iyok tertawa. “nggak usah mimpi yang aneh-aneh gitu deh. Mimpi boleh aja, tapi yang wajar.” ‘idih! Masa mau mimpi aja ada aturannya,” jawab Jenny sambil melangkah mendekati poster tersebut. BUAT KAMU YANG NGAKU GAUL DAN PENGEN BEKEN, IKUTI PEMILIHAN BINTANG IKLAN SUPLEMEN REMAJA DENGAN HADIAH LIMA PULUH JUTA RUPIAH. “hah? Lima puluh juta ? duit semua tuh” seru Shanty kaget. “nggak, ty dicampur kerupuk” jawab Iyok. DICARI SEKELOMPOK DAN COWOK GAUL YANG TERDIRI ATAS 4-6 ORANG. Setelah Jenny membaca poster tersebut Jenny tertarik dan mengajak temannya untuk mengikuti lomba itu tetapi tidak ada satu orang pun yang mendukung rencananya. Sesampai rumah, Jenny makin nggak bisa melupakan keinginannya untuk mengikuti lomba itu dan mencari cara untuk membujuk teman-temannya lagi.
          Pada hari rabu mereka mendaftarkan diri. Namun masalah mulai muncul ketika mengikuti lomba pencarian bakat remaja. Mereka bertekad untuk menang demi mendapatkan hadiah uang dari lomba tersebut. Berbagai konflik menimpa dan mengancam persahabatan mereka. Tiga hari kemudian pada hari sabtu itu nomor tak dikenal muncul di layar HP pembokat Jenny. Lalu, sekejap setelah pembicaraan dengan orang asing yang menghubunginya itu berakhir, Jenny tampak melongo. Tubuhnya gemetar, keringat mengucur deras di tubuhnya.otaknya seperti berhenti berfungsi selama beberapa detik. Tidak tahu harus berbuat apa. Yang lebih parah, saking syoknya Jenny sampai ngompol, Jenny pipis di celana. Beberapa menit Jenny menelpon Iyok dan berkata “KITA LOLOS PEMILIHAN BINTANG IKLAN” kata Jenny. “HATCHYIIII!! Hah?” Iyok kaget “barusan panitianya nelpon, ngasih tau kita lolos seleksi tahap pertama. Besok kita di suruh datang jam sepuluh” kata Jenny yang sangat bersemangat tanpa memikirkan besok ada ulangan Matematika daaaan gurunya itu adalah pak Simorangkir. Jenny pun memutuskan kalau satu jam lagi mereka semua harus ada di rumah Iyok tetapi Uwie yang tidak bisa ada di rumah Iyok karena masih di Semarang.
Dua minggu telah berlalu sejak Jenny, Shanty, Uwie, dan Iyok mengikuti audisi pemilihan bintang iklan tahap kedua. Namun, mereka belum juga mendengar kabar tentang kelanjutan acara itu. Impian keempat sahabat itu jika menang Jenny yang ingin membeli iPhone, Iyok yang bisa ngbeliin tiket konser di Singapura buat Fanny, Uwie bakalan hair extension, dan Shanty ingin buka took kue buat nyokapnya. Tetapi sejak Iyok ditolak Fanny, Iyok jadi tidak punya alasan lagi untuk nerharap keluar sebagai pemenang. Entah mengapa, belakangan ini Iyok setiap mengingat sahabatnya yang judes itu jantung Iyok jadi berdebar lebih cepat daripada biasanya.
Bel di rumah Jenny bunyi. Pagi-pagi begini pembantu Jenny lagi ke pasar, jadi tak ada orang lain Jenny harapkan membuka pintu. Di depan pintu rumah, Jenny menemukan seikat mawar putih yang harum. Jenny memungut karangan bunga cantik itu dan dilihatnya kartu kecil terselip di antara tangkai-tangkainya.
Kalau pagi kemarin Jenny menemukan seikat bunga di depan pintu, hari ini Jenny menemukan sepucuk surat tanpa nama pengirim di atas meja belajarnya yang pembantu Jenny menemukannya di kotak surat tadi pagi. Sesaat kemudian Jenny membuka amplop itu yang berisi lipatan kertas surat. Surat itu memang jauh dari indah, Jenny senang mendapatkannya. Dilipatnya kembali surat itu lalu disimpannya dalam laci meja belajarnya. Dengan tangan gemetaran Jenny memencet nomor telpon yang sudah sangat dikenalnya. Jenny buru-buru berucap tapi yang angkat telpon itu adalah papanya Iyok karena Iyok lagi di kamar mandi. Tak lama Jenny dan Iyok pacaran.
Setelah menunggu sekitar tiga minggu, akhirnya salah satu impian mereka tercapai juga. Seminggu lalu mereka dinyatakan keluar sebagai pemenang pemilihan bintang iklan. Semenjak dinobatkan menjadi pemenang, keempatnya semakin tenar di kalangan sekolah. Bahkan Iyok yang tadinya termasuk cowok yang tak pernah diperhitungkan, mulai dilirik cewek-cewek. Termasuk Fanny, tapi Jenny yang laksana herder di sisi Iyok selalu berhasil menfhalau lirikan-lirikan nakal dan menggoda itu. Dan dari hadiah kemenangan itulah akhirnya mereka mendapatkan uang yang mereka perlukan untuk memenuhi impian mereka. Meskipun, akhirnya penggunaan uang itu ada yang berbeda dari niat awal ketika mereka mengikuti lomba.

Rabu, 28 Agustus 2013


Tips Merawat Kesehatan Mata


Kesehatan tubuh dan organ-organ tubuh didalamnya sangat perlu dijaga. Dari mulai menjaga kesehatan mata, kesehatan kulit, kesehatan rambut, merawat gigi, merawat kuku, dan kesehatan di bagian lainnya di seluruh tubuh kita, baik dari dalam maupun dari luar. Menjaga kesehatan mata adalah hal penting yang harus diperhatikan. Anda harus bisa merawat kesehatan mata anda dengan baik. Berikut infodari akan tips kesehatan mata yang akan mengulas tentang bagaimana cara merawat kesehatan mata dan menjaga kesehatan mata agar terhindar dari segala penyakit dan gangguan pada mata lainnya.

Untuk anda yang menggunakan softlens atau kontak lens, juga diperlukan perawatan ekstra, agar mata anda tetap sehat.

Sebenarnya ada 7 cara mudah untuk menjaga kesehatan mata, pada artikel kali ini kami berikan berbagai tips supaya indera penglihatan kita baik anak maupun dewasa ini tidak terkena penyakit seperti minus, plus ataupun katarak. Mengapa kita harus menjaganya? Tahukah anda menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 45 juta penderita kebutaan di planet bumi dan ternyata sepertiganya berada di wiliayah Asia Tenggara, tempat kita tinggal. Di Indonesia diperkirakan ada satu orang menjadi buta tiap menitnya dan di dunia diperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit.
Ada 7 Tips mudah Merawat Kesehatan Mata yang bisa dilakukan setiap orang dalam menjaga kesehatan mata:

1. Diet yang Seimbang
Ternyata diet ada hubungannya dengan kesehatan mata, jadi saat melakukan program diet dengan mengonsumsi makanan yang bergizi dengan sayuran dan buah-buahan. Selalu pilih makanan yang mengandung vitamin A, C, dan E karena dapat meningkatkan kesehatan mata manusia. Selain itu, memakan ikan salmon juga dapat memberikan efek yang sangat baik.

2. Hindari Kebiasaan Hidup Buruk
Cara ini sebenarnya berlaku untuk menjaga kesehatan seluruh badan yaitu menghindari minumanng ya beralkohol dan menghilangkan kebiasaan merokok. Para ilmuwan mengatakan, merokok dapat membuat mata katarak, degenerasi makula (hilangnya ketajaman penglihatan), serta kerusakan saraf pada mata. Dan terlalu banyak minum alkohol dapat membuat reaksi pupil jadi tidak stabil, pandangan kabur hingga rabun mata.

3. Rutin Melakukan Pemeriksaan Mata
Seringkali manusia modern tidak menyadari bahwa stres karena sebuah pekerjaan dapat berdampak ke mata yang tidak sehat. Maka dari itu, perisakanlah mata anda secara rutin agar terhindar dari penyakit yang mungkin menyerang mata.

4. Senam Mata
Bagaimana cara melakukan senamnya? gampang kok. Buka lebar-lebar kedua mata Anda. Lalu , putar bola mata ke atas, bawah, kiri, dan kanan selama dua detik dan tutup mata secara perlahan. Ulangi beberapa kali saat Anda sedang santai. Hal ini dapat mengurangi dampak mata stres karena radiasi sinar matahari atau komputer.

5. Mengetahui Sejarah Mata dalam Keluarga
Kemungkinan penyakit mata bisa muncul karena faktor keturunan. Maka daripada itu, mengetahui sejarah mata dalam keluarga anda sendiri adalah hal yang sangat penting. Dengan mengetahuinya, kita sebagai anak dapat mencegah agar penyakit mata turunan dengan mengkonsultasikannya pada dokter.

6. Pakai Pelindung Mata
Kacamata bisa dipakai untuk melindungi mata dari sinar matahari atau debu saat berolahraga atau aktivitas lainnya. Banyak kacamata yang dirancang khusus untuk olahraga tertentu untuk menghindari terjadinya cedera mata. Jadi, hindarilah penggunaan sunglasses hanya karena ingin bergaya.

7. Istirahat yang Cukup
Sama seperti tubuh, mata juga butuh istirahat yang cukup. Menahan diri untuk tidak menonton televisi terlalu lama, atau berjam-jam di depan komputer padahal tidak sedang bekerja. Dengan begitu, mata Anda tidak kelelahan serta mendapatkan istirahat yang cukup.

8. Jangan menggosok atau mengucek mata terlalu kuat terutama bila ada benda asing yang masuk ke mata.

9. Tidak menyentuh mata dengan tangan yang kotor atau belum dicuci bersih dengan sabun.

10. Terapkan kebiasaan menonton TV dan membaca yang benar, seperti: Jarak yang ideal 2.5 – 3 meter di depan TV, Bila ruang menonton gelap agar lampu dinyalakan, usahakan ruang dalam keadaan terang, Setelah menonton TV selama 30 – 60 menit, istirahatkan mata dengan memejamkan sejenak atau melihat jauh. Juga terapkan kebiasaan membaca yang benar, seperti: Membaca sebaiknya pada posisi duduk yang relaks, Sumber cahaya sebaiknya dari arah belakang atau samping, tidak dari arah depan, Atur jarak mata dengan bacaan kurang lebih 30-40 cm, Jangan membaca terus menerus, sesekali istirahatkan mata dengan memejamkannya sejenak atau melihat jauh